Proses Pembuatan Perjanjian Internasional



Proses Pembuatan Perjanjian Internasional
Menurut UU No. 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.

Dalam pembuatan perjanjian internasional, perlu melalui beberapa proses yang harus dilakukan. Proses-proses dalam pembuatan perjanjian internasional adalah sebagai berikut.

Perundingan (Negotiation)
Perundingan yang diadakan dalam rangka perjanjian bilateral, disebut talk. Sedangkan dalam rangka multilateral disebt diplomatic conference atau konferensi. Selain secara resmi, ada juga perundingan yang tidak resmi. Perundingan sedemikian disebut corridor talk.

Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama pihak atau negara tentang objek tertentu. Sebelumnya belum pernahdiadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan.

Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat enunjukkan Surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri atau duta besar.

Penandatanganan (Signature)
Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (menlu) atau kepala pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negara, sebelum diraifikasi oleh masing-masing negaranya.

Pengesahan (Ratification)
Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan perjanjian internaisonal. Hal ini menmbuhkan keyakinan pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat bahwa wakil yang menandatangani suatu perjanjian tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum.

Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengansyarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih arus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakanratifikasi.

Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut.
  1. Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja-raja absolut dan pemerintahan otoriter.
  2. Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang digunakan.
  3. Ratifkasi campuran (DPR dan Pemerintah). Sistem ini paling banyak digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
Konvensi Wina (tahun 1969) pasal 24 menyebutkan bahwa mulai berlakunya sebuah Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut.
  1. Pada saat sesuai dengan yang ditentukan dalam naskah perjanjian tersebut.
  2. Pada saat peserta perjanjian mengikatkan diri pada perjanjian itu bila dalam naskah tidak disebut saat berlakunya.
Persetujuan untuk mengikatkan diri tersebut dapat diberikan dengan berbagai cara, tergantung pada persetujua mereka. Misalnya, dengan penandatangan, ratifikasi, pernyataan turut serta (accession), ataupun pernyataan menerima (aceptance) dan dapat juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandatangani.

Materi Lainnya:

0 Response to "Proses Pembuatan Perjanjian Internasional"

Post a Comment